Auto-Imunitas di antara cita-cita dan kepentingan
Setiap zaman punya persoalanya dan setiap persoalan pasti punya penyelesaiannya, saya kira redaksi ini yang kerap kali terdengar guna merangkul kekuatan kolektif sosial kita, dalam membangun kepribadian intelektual dan spiritual secara individu merupakan kondisi yang setiap zaman selalu sama yaitu tantangan melihat di antara benar dan salah ini kemudian masuk ke dalam satu kelompok yang semakin besar hingga mampu menggerakkan satu tatanan terbesar hingga paling kecil.
Persoalan kelompok yang begitu besar wa bil-khusus kondisi internal HMI dan independensi organisatoris-nya sebagai laboratorium penggerak nilai keummatan dalam berbangsa dan bernegara dengan mengabdikan diri semata-mata karena khadiratnya hingga dialektika yang di bangun dari berbagai program ke-ummatan dalam tali keislaman yang meng-eratkan simpul kebangsaan kita adalah modal utama gerakan organisasi ini. Keterikatan pencapaian ilmu pengetahuan manusia dengan sejarah peradabannya (The chemistry of man's scientific achievements to the history of his civilization) sebensrnys juga bisa berkaca dengan peristiwa shahifatul madinah (Piagam Madinah) dengan berbagai pertimbangan pemersatunya juga imam Al-Ghazali dan ibn Rusyd dengan karakter keilmuan dan spiritualnya.
Himpunan mahasiswa Islam (HMI) yang merupakan organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia dan di antara begitu banyaknya pengaruh yang di berikan oleh kader-nya dalam kondisi keberlangsungan peradaban dalam bingkai sejarah ke-HMI-an telah begitu banyak melahirkan poros penegakan intelektual generasi bangsa ini, tetapi di balik semua peristiwa itu juga harus di akui bahwa zaman tidak akan pernah kehilangan orang-orang anehnya yang selalu saja membangun gagasan pragmatisme dan materialisme di dalam membangun karirnya di-HMI, juga sekaligus menjadi pembanding ter-ekstrem dalam usaha pencapaian karakter kepemimpinan di tubuh kader Himpunan Mahasiswa Islam.
Namun sama halnya dengan organ tubuh di HMI akan selalu ada imunitas untuk mempertahankan dirinya agar tak mudah ter-infeksi oleh penyakit luar atau bahkan dari dalam tubuh itu sendiri, meski sejatinya kita tak pernah benar-benar terlepas dari ancaman penyakit, tetapi yang pasti bahwa selalu akan ada usaha untuk menyembuhkannya, relevansi pergerakan HMI yang dalam keadaan mulai sakit-sakitan ini sangat sulit rasanya menemukan figur yang tepat untuk membumikan kembali cita-cita sederhana HMI dengan iman ilmu dan amal-nya jika orientasi kadernya selalu berbicara kekuasaan dan sistem money politics, pun ini pernah di tegaskan sekaligus menjadi teguran arah juang HmI, oleh Kanda Nurcholish Madjid (ketua PB-HMI 1966-1971) dalam sebuah pidatonya beliau pernah menegaskan juga sekaligus memberi semiotika dari kemunduran HMI, dalam pidatonya beliau berpesan "bubarkan saja HMI sebelum organisasi ini menjadi bulan-bulanan dan di laknat". Seolah memberi "kartu merah" arah gerak kepemimpinan HmI di masa itu dan yang akan datang.
Dualisme Pengurus Besar-Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga hari ini ternyata menjadi polemik yang terus menerus tidak usai dan juga di "baperi" oleh sebagian kader HMI, juga sebagian penganut optimisme menganggapnya sebuah pencapaian karakter kepemimpinan di dalam setiap kader HMI. Jika sebagaimana tubuh, barangkali dalam kondisi auto-imunitas seperti inilah awal tubuh satu akan memakan tubuh yang lainnya.
Hari menjelang kongres HMI Ke-XXXI yang akan di selenggarakan di kota Jakarta - Palembang ? Lagi lagi di jadikan isu sentral kepengurusan HMI, seolah Kader HMI di perhadapkan dengan kondisi siapa yang menguasai siapa? Siapa yang menentukan apa? Sikap seperti ini dapat di pastikan sangat memperlambat arah gerak tujuan masyarakat cita yang impikan oleh HMI hari ini, HmI tak lagi mampu mengkomunikasikan dirinya dengan rakyat jelata namun begitu mahir berdiplomasi di birokrasi hingga tak ada yang sempat menjalankan perbaikan internal, berbagai tanda kemunduran pun semakin nampak di pelupuk mata, implementasi nilai ketuhanan-nya sebagai insan yang senantiasa berharap ridho Allah SWT telah berubah jadi kata "mohon doa dan dukungannya", bermula sejak terpilihnya Kanda Respiratori Saddam al-jihad hasil di kongres Ke-XXX yang di selenggarakan di Ambon mempertemukan perwakilan kader HMI se-nusantara dengan gagasan ke-organisasian, keummatan dan kebangsaannya yang seharusnya mampu melahirkan kerja kolektif, namun akhir dari pemilihan itu seolah menjadi syarat untuk mempertimbangkan kembali cita-cita tujuan HMI di tubuh setiap kadernya, pertemuan yang hanya untuk mengurus jatah gerbong masing-masing, hingga pada konflik resufle, yang kemudian berlanjut dengan dualisme kepengurusan dan Arya kharisma Hardi menjabat sebagai penanggung jawab sementara ketua umum (pjs-ketua umum) yang di sepakati di rapat harian dan Respiratori Saddam Al-jihad tetap bertahan dengan kekuatan yang ada sebagai bentuk perlawanan balik terhadap penurunan dirinya sebagai mandataris kongres, hasil dari berbagai penolakan kedua versi ini menghasilkan pertarungan yang begitu primitif di jajaran kepengurusan PB-HMI, konflik yang kemudian membuka ruang baru bagi para gerbong kekuatan yang kepentingan masing-masing yang ujungnya adalah kehancuran di tubuh organisasi.
Komentar
Posting Komentar