"74thn HMI" : Mengokohkan Komitmen Keislaman dan Kebangsaan
HMI "HuMan Investment" |
SAATNYA SEDEKAH JABATAN
Refleksi mesti menjadi Solusi
Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi mahasiswa Islam tertua yang berdiri dua tahun sejak proklamasi kemerdekaan yaitu pada hari Rabu, 05 Februari tahun 1947 di Yogjakarta di sebuah Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sejak November 1947 berubah menjadi Universitas Islam Indonesia(UII), sebuah organisasi yang lahir di kampus islam dengan karakter pemikiran yang besar terhadap doktrin dan peradaban islam di indonesia(baca:Nurcholis Madjid), Normativitas dan Historis (baca:Amin Abdullah), yang kondisi berdirinya tidak terlepas dari kondisi lingkungan kemahasiswaan, keindonesiaan dan nilai-keislaman saat itu. Sebuah sejarah panjang perjalanan hidup seorang pemrakarsa (Lafran pane) dalam mencari jati diri bangsa dan agama menuju sebuah masyarakat cita sebagaimana tujuan HMI (baca:pasal4adHMI).
Dalam perjalanan pemikiran Himpunan. Islam tentu menjadi pijakan dan pemikiran awal bagi setiap akhlak dan kesempurnaan seorang manusia, tapi Islam yang di maksud bukanlah Islam dengan corak konservatif atau bahkan yang sebatas ibadah ritual oleh para pengikutnya. Tetapi Islam yang di maksud adalah sebagai "Rahmatan Lil Al-Amin" yang memahami aspek individu dan sosial, duniawi dan ukhrawi sebagai sebuah keseimbangan penciptaan, sebagaimana peranan mata, hati dan fikiran yang bekerja sebagai kontrol perbuatan untuk di pertanggungjawabkan (Q.s Al-isra 36).
Sebagai kalangan terpelajar tentu di sinilah Peranan mahasiswa sangat memberikan pengaruhnya yang kemudian menjadi orang-orang berpendidikan dan tercerahkan untuk hadir sebagai problem solving di tengah-tengah konflik masyarakat dengan nilai-nilai yang ia miliki, seorang terpelajar di haruskan mampu menjadi generasi yang akan memimpin arah bangsa ini ke depannya, melalui berbagai macam disiplin pengetahuan yang mumpuni, namun pengetahuan saja tidak cukup ilmu keorganisasian juga penting sebagai alat untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan juga membentuk karakter kepemimpinan, kemampuan cakap dan kesadaran atas tanggung jawab intelektual yang dimiliki.
Watak kepemimpinan inilah yang mengharuskan seorang kader HMI harus mampu meng-implementasikan keilmuan nya dalam sosial masyarakat.
Pada proses perjalanan organisasi, Himpunan Mahasiswa Islam tentu telah menuai banyak permasalahan entah itu datangnya dari pemimpin internal pun dari pengaruh eksternal organisasi.
Secara internalisasi kondisi kepemimpinan HMI pernah melakukan gerakan Sedekah Jabatan (baca:merdeka sejak hati) dengan tujuan agar HMI tidak di pandang hanya milik kampus tertentu akhirnya ketua umum (Lafran pane) pada waktu itu di pindah jabatan menjadi penulis 1, seiring fase perjuangan pasca di bubarkannya PKI sebagai musuh terbesar HMI, mulai saat itu kontestasi politis semakin nampak di tubuh organisasi dan sampai akhirnya Himpunan Mahasiswa Islam terbagi menjadi dua yaitu : MPO dan DIPO dalam peristiwa penetapan asas tunggal Pancasila oleh presiden soeharto, ini telah menjadi corak politis dengan konflik terpanjang sampai hari ini, begitu juga kondisi HMI Pasca lengsernya otoritas Soeharto dari istana kepresidenan pada tahun 1998 yang kemudian membuka arah baru bagi sistem demokrasi dan birokrasi di Indonesia.
Masuk pada tahun 2000-an sebagai organisasi kader dengan kuantitas anggotanya yang semakin banyak dan tersebar di pelbagai pelosok daerah. Juga di iringi dengan menumpuknya konflik internal organisasi berujung pada tidak masifnya distribusi peran HMI di ruang-ruang publik, belum lagi imunitas dari serakah pencitraan yang semakin meningkat demi panggung senioritas kakanda, tidak terkendali nya dengan baik pedoman administratif HMI hingga akhirnya secara keorganisasian HMI tidak mampu lagi hadir sebagai tawaran solutif bagi kondisi internal organisasi, belum lagi permasalahan eksternal organisasi hubungan horizontal antar budaya dan agama yang kemudian menjadi tren politik pemecah belah di tengah-tengah kondisi kemahasiswaan yang semakin kehilangan nalar jati dirinya sebagai generasi penerus peradaban, seiring dengan tidak terselesaikannya konflik antar tokoh ulama kita yang semakin masuk ke dalam cengkraman politik, menurunya kuantitas kader HMI yang mengisi sudut-sudut diskusi dan seminar kebangsaan yang kemudian berdampak pada kualitas kader, Musholla yang seharusnya menjadi pusat nilai-nilai keumatan jadi asing di tubuh HMI, keberadaan Himpunan dengan kondisi administratif cukup tertinggal untuk jadi gerakan pemersatu. Belum lagi konflik rebut jabatan di tubuh Himpunan yang tak selesai, ketidakmampuan kader untuk melihat peluang-peluang besar yang bisa mengembangkan skill di himpunan pun mulai menurun. Imunitas kepemimpinan di HMI mulai berorientasi pada rebutan kekuasaan.
Sampai saat ini jumlah kader aktif Himpunan Mahasiswa Islam yang kurang lebih 6jt dengan 234 Cabang serta Ribuan komisariat di Indonesia memang menjadi kebanggaan tersendiri atas eksistensi HMI di Indonesia namun kebanggan itu harus pula di imbangi dengan kesadaran bahwa betapa besarnya tanggung jawab pembinaan yang di emban oleh Himpunan seiring pesatnya perkembangan teknologi dan modernisasi hari ini. Menjadi ketua/pejabat di Himpunan bukanlah hal yang mudah secara moralitas selain tugas dan cita cita mulia itu harus di upayakan spiritualitas yang tinggi juga perlu di aktualisasi kan sehingga dapat menjadi patron oleh setiap individu kader dan juga organisasi lain secara eksternal.
Dengan nilai-nilai kebangsaan kader HMI di haruskan mampu menampilkan independensi etisnya di lingkungan masyarakat dan juga kualitas organisasinya di kalangan mahasiswa, HMI harus kembali dengan cita-cita perkaderan, HMI harus membentuk moralitas kader yang utuh, gerakannya harus kembali ke kampus (Back to campus) sebab di sanalah mereka lahir dan besar, harus ada bacaan dan formulasi baru dari ketegasan perkedaran himpunan dengan kualitas spritual dan intelektual yang maksimal. Tentunya Kualitas ini hanya dapat di capai dengan kesadaran yang tinggi dari setiap pendidik untuk terus beramal saleh dan mengabdi di organisasi.
Dewasa ini kondisi birokrasi dan dunia pasar bisnis yang membuka ruang se besar-besarnya harus mampu di pahami oleh kader HMI dengan berbagai disiplin ilmu yang di miliki, inilah yang perlu kita kokohkan secara perlahan dengan mengendapkan sistem administratif himpunan yang lebih kontekstual, sehingga kemampuan organisasi dalam mengambil keputusan lebih tepat. Sebagai organisasi kader ilmu pengetahuan menjadi begitu penting kejelasan dari perkembangan zaman dengan arus informasi yang sulit untuk di olah, mengharuskan kadernya untuk aktif dan tanggap terhadap problem yang ada, prosedur administratif yang tepat guna menentukan arah kerja yang berkesinambungan di organisasi sehingga seiring perkaderan HMI sebagai Human Investment juga Perkaderan HMI sebagai moralitas administratif yang mendasar dari karakter dan watak organisasi
Demi mengokohkan kembali nilai-nilai keislaman di Indonesia tentunya perlu integrasi dan visualisasi tujuan HMI untuk meletakkan kembali cita-cita individu/mahasiswa di bawah cita-cita organisasi dan cita cita organisasi demi mewujudkan cita-cita islam, demikianlah prospek ke depan Sumber daya kualitas Kader haruslah manjadi tumpuan ke depan, sistem perkaderan harus bergerak memiliki relevansi dengan kebutuhan hari ini, bukan sekedar dogma ideologi dan teologi tetapi juga mampu memformulasikan distribusi kader ke ruang-ruang profesionalitas melalui lembaga kekaryaan yang ada di HMI, kinerja harus lebih di perkuat lagi rasa bangga memiliki HMI harus tumbuh di diri setiap kader sehingga pola fikir dan pola laku setiap kadernya dapat menggambarkan watak HMI secara keseluruhan(etis) dan yang terakhir Kader HMI harus mampu mempromosikan Islam sebagai "Rahmatan Lil Al-Amin" dalam menerjemahkan praktek Islam yang tidak statis"kaku" tetapi lebih kepada corak yang akulturatif dan objektif,
Untuk mengembalikan itu semua tidaklah mudah, sebagai organisasi intelektual dalam pembaharuan Islam di Indonesia tentu kecerdasan kadernya tidak lah di ragukan, namun juga perlu ada nya Kebijaksanan dan Kesabaran dalam mengaktualisasikan moralitas intelektualnya sebagai pemimpin di struktural organisasi.
Hingga akhirnya kita dapat merebut kembali gengsi dan energi organisasi.
Dengan demikian ber-HMI adalah mengorientasikan diri kepada sifat sifat (Al-hasma Al-husna) Allah SWT. Bahwa dimana pun kiprah itu selagi moralitas intelektual yang di kedepankan tentulah mampu menjelaskan kembali Islam sebagai "Rahmatan Lil Al-Amin"..
Palu, 05 Februari 2021
Selamat milad
Komentar
Posting Komentar