November
Sebagian teks terpotong, agar tak ada duplikat di antara kita🤗
Ke satu
Tanya Tak Terjawab
16 November 13'
Kenalkan aku halen, nama dari wajah yang tak lagi searah, aku anak ke dua dari 3 bersaudara, saat ini aku duduk di bangku kelas 2 SMA di salah satu desa terpencil Sulawesi tengah, lahir di lingkungan keluarga yang cukup sederhana, kedua orang tuaku sangat kental dengan pengetahuan empiris, aturan budaya dan kepercayaan agama. Kerap kali tanya akan setiap peristiwa yang terjadi tidak begitu penting bagi kami, bagi mereka menjadi sederhana dalam hidup adalah jalan keluar dari setiap pertanyaan dan berlaku menerima adalah wujud ikhlas yang utuh.
Keharusan segala kejadian membuat kami lebih banyak menerima ketimbang mempertanyakan, yah sangat sedikit jawaban dari setiap pertanyaan yang menemukan lega, malam itu begitu hening hanya terdengar suara jangkrik dan dan mahluk hutan lainya mengiringi pekatnya gelap, berkhayal menatap langit di temani kucing peliharaan adikku (roga) begitu kami menyebutnya, warna abu-abu dengan mata hitam, tatapan kami kosong ke arah langit meneduhkan pandang tapi yang cukup menghangatkan. Aku tak pernah paham benar setiap kejadian sekelilingku, semua keindahan yang menjadi misteri seolah tak memberikan jawaban apa-apa. Pengalaman, budaya dan agama seolah mempunyai jawaban masing-masing atas peristiwa semesta dan kehidupan manusia di sekitarku, cahaya rembulan begitu teduh lagi-lagi menimbulkan tanya, bagaimana kita tanpa keberadaanya? tanya yang menunggu jawab, tetapi nihil pertanyaan ku selalu berakhir dengan jawaban "sudahlah syukuri saja yang telah ada, nanti akan kau tahu sendiri! Aku harus menerima itu sebagai jawaban final dari akalku, jawab itu seolah membuat aku semakin terpenjara pada setiap pertanyaan tentang keberadaan sesuatu, bagaimana manusia di ciptakan, proses belajar menjadi tidak begitu penting. Jika ada kejadian yang tak bisa ia jawab di pelajaran manapun di sekolah, bagaimana alam semesta ini hadir?
Jam menunjukan pukul 21.45 wita, terdengar suara ibu memanggil dari arah belakang, yah sepertinya ini sudah waktunya tidur malam, segera aku bergegas kemudian mendekati suara yang memanggilku, tepat di hadapannya sekedar demi mengajak bercerita dengan sayup aku menanyakan Bu? Apakah ada tempat selain semesta yang kita tinggali, yang kadang ibu sebut dunia orang yang telah mati? bagaimana mungkin manusia menerima kejadian-kejadian semesta tentang kematian dan di pindahkan ke dunia lain pertanyaan yang sangat menyimpan banyak misteri? Iya jawabnya, kata nenekmu itu ada. Coba saja liat kejadian mistis di sini mereka itu dari dunia lain yang tidak kau lihat. Sembari mengangguk, ah sudahlah(ucapku dalam hati), menemukan jawabanpun tak ada gunanya bagiku, saat ini aku hanya berusaha percaya bahwa semua peristiwa kehidupan manusia dan sebab akibat semua kejadian semesta adalah tanya yang tak mungkin terjawab, pun harus menerimanya sebagai jalan keluar yang harus aku percaya.
Esok paginya seperti biasa, alarm ibu membangunkan lelapku, celoteh ini tiap pagi tak akan terhenti sebelum kami beranjak dan bergegas ke sekolah, tak lagi ingin mengingat semua pertanyaan semalam, meskipun ia terus terngiang, naif!! selama perjalanan ke sekolah, pertanyaan itu kembali terfikir akibat kondisi kehidupan manusia yang cukup sibuk mencari makan untuk keberlanjutan hidupnya, dengan berbagai cara masing-masing. (Fikirku) memang hidup ini hanya untuk bertahan hidup, jika tidak pasti akan mati. Yahh itulah jawaban terbaik kenapa aku harus berangkat pagi-pagi kesekolah.
Pagi itu ruang kelas masih sama seperti hari-hari sebelumnya, tak ada yang istimewa dengan wajah-wajah teman sekelasku, pelajaran pertama hari ini adalah sejarah, tidak ada yang menjelaskan semua rentetan peristiwa keberadaan semesta yang ada hanya mendengarkan suara ketua kelas membaca peristiwa masa lalu kehidupan berburu manusia. Fikirku terhenti sejenak, mencoba mengingat kembali kejadian semalam. Sepertinya sejarah sekolahku tidak lengkap menuliskan semua peristiwa (terdiam). Bel pulang sekolah pun berbunyi, menandakan akhir dari proses pembelajaran hari ini. Helen terdengar suara dari arah kantin memanggil, ku arahkan pandangan ke arah suara, rupanya teman sebaya dengan pakaian yang rapi hampir sama waktu bertemu tadi pagi rambut hitam dengan wajah oval. Yah dia Rei tetangga samping rumah yang setiap hari dengan kejadian yang sama kami akan kembali ke rumah menapaki jalan dengan canda dan tawa bercerita kejadian-kejadian lucu di sekolah, apapun yang menjadi peristiwa hari itu akan berakhir dengan cerita dalam perjalan pulang sekolah, yah seperti itulah hidup ku sehari-hari. Kisah yang tidak begitu istimewa di tiap baitnya.
Keseringan mendengar dan bercerita, Bagiku itulah area yang tepat untuk melupakan keluhan, yah meskipun tak semuanya akan mendapatkan jawaban, juga perintah orang-orang dewasa menjadi layak di terima, lebih dari istruksi seorang jendral kepada prajuritnya, sangat melelahkan bukan! Tapi seperti itulah madrasah pertama kami sejak awal dan semua baik-baik saja dengan itu, bahkan sepulang sekolah dan sampai di rumah pengalaman demi pengalaman hampir setiap hari terdengar di telinga kami bertiga yah memang seorang anak harus begitu bahkan semua anak seusia ku pun kadang bercerita tentang itu di sekolah.
Celoteh semua manusia tiap hari tak pernah usai, apa lagi ibu sosok yang hampir tiap hari ada saja yang membuatnya harus marah, tak ada yang bisa memahami marah beliau, baiknya adalah ia tak pernah menceritakan bebanya kepada kami bertiga, Namun nasehat tak pernah luput dimana pun ketika denganya. Kadang jejak langkah tak sesuai harapan marah dan menangis itulah yang kerap di lakukan, nasihat paling sering terucap, nak! memang ibu tak mampu memberikan pengetahuan yang baik, seperti para guru mata pelajaranmu di sekolah, apalagi menjelaskan banyak tentang nilai-nilai kehidupan yang lebih baik, yang bisa ibu lakukan hanya memberimu uang jajan berangkat untuk menempuh pendidikan, menyediakan untukmu makanan saat kau pulang, mencucikan pakaianmu yang kotor, uang itu pun hasil kerja ayahmu seharian mencari nafkah! kadang pernyataan ini begitu menyesakkan hati memaksa diri agar tetap bersyukur, (fikirku) itu lebih dari cukup, lebih dari seorang guru bagiku sosoknya telah menjadi wakil untuk sebuah bukti kasih sayang orang tua terhadap anaknya,
(Elakku) tetapi hampir semua anak pun mendapatkan perilaku yang sama dari orang tuanya, bisa jadi bahkan lebih dari yang aku dapatkan saat ini, fikirku berakhir dengan gerutu kecil yang lagi-lagi tak mampu menerima takdir sebagai jawaban terakhir. Aku beranjak menuju kamar depan dengan fikiran melayang perlahan duduk di kursi kamar lalu mengambil meja tugas di sudut ruangan kamar, aku tak tahu mulai dari mana aku harus memikirkan masalah seperti ini, entah memulai dari mana jejak sepi yang menyelimuti ini kumulai, ruangan berukuran 4x4 menjadi begitu hening, tempat mengerjakan tugas-tugas sekolah, ehh sangat jarang untuk tugas sekolah, ini hanya formalitas sebagai pelajar, aku siswa paling gak seneng nulis, bukan karna tulisan jelek, sedikit jelek sih! tapi kalo sering nulis kan akan bagus juga, bagiku menulis apapun sejenisnya adalah hal yang membosankan dan cukup menjenuhkan, minat membaca pun saat itu gak ada sama sekali selain membaca status di media Facebook atau sekedar nonton tv saja.
Kehidupan yang biasa saja tak ada yang membuat semangat pada proses jejak yang menjadi masalahku, di rumah aku hanya menjadi pendengar untuk ibu, menunggu perintah beliau, kadang harus bermain dengan adikku yang masih berada di bangku kelas 2 SD, selebihnya aku hanya bisa berkonflik dengan perasaanku sendiri bertanya pada diri sendiri tentang masalah kehidupan yang tak seolah tak pernah usai, apalagi memikirkan kekayaan dan memikirkan banyak hal tentang kebahagiaan, terkadang rasa bosan tak bisa terelakkan, tapi itulah jalan yang aku pilih saat ini, aku bukan tipe anak yang senang mencari keramaian, aku lebih senang membuat keramaian untukku sendiri, banyak hal yang kadang kulakukan untuk mengisi sepinya rasa, kadang mengajak ibu buat kue, masak, nonton, tidur dan masih banyak hal yang kadang tak sengaja jadi moment menyenangkan. Mungkin cara itu sangat sederhana di lensa perjalanan tetapi bagiku kegiatan seperti itulah yang membuatku lupa akan semua tanya pada kehidupan keluargaku. Sangat jarang keluar rumah, sebenarnya rasa ingin tahu terhadap dunia luar, melihat kebebasan diri yang benar-benar tak lagi mengingat semua pertanyaan yang membingungkan, tapi semuanya tak membuatku beranjak untuk ke sana, bukan tak ingin, bagaimana mungkin aku keluar jika izin dari ibu belum di beri, bukan tak di beri tetapi itulah budaya keluargaku semua kegiatan di luar sekolah dan rumah harus mendapatkan izin beliau, itu yang kembali membuatku mengurungkan niat untuk kemana-mana dan akhirnya menemukan nyaman ketika berada di rumah, gerak akal dalam mencari lingkungan baru untuk kesenangan pribadi! Bahwa setiap konflik bukanlah pelarian tetapi penentuan seberapa jauh mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan selanjutnya entah berada di atas atau di bawah itulah jalan yang tak bisa aku jawab melainkan menjalaninya, juga pernah mencoba menipu diri agar lupa pada masalah, rumah menjadi sejuk yang tepat, ibu adalah tepat yang akan tetap, kadang aku bercerita ke ibu tentang semua keluh, hingga sering tersisip kisah asmara di sela kata yang terucap, tanggapan beliau lagi-lagi tak memberikan jawaban pasti, nasehat ibu terkadang begitu memuakkan setelah ia menjawab setiap tanya. Aku teemasuk anak paling manja ketimbang ke dua sodaraku, telah nyaman berada di posisi itu, juga kata ibu sifat seringkali membuatku menjadi egois dan mudah berkecil hati berlebihan, ketika ada keinginan yang tak terpenuhi. Banyak hal yang tak aku pahami dari cara mereka menyikapi setiap tanyaku, aku tak cukup dewasa untuk menata arah gerakku. Tak habis fikir tentang semua keinginanku yang begitu banyak, aku tak ingin bersandar pada takdir orang tuaku, bagiku itu bukan jawaban! Aku yang akan menjawab itu sendiri, bagi hidupku Budaya, pengalaman dan agama bukanlah selimut pengetahuan yang dari sejak lahir akan menjadi jubah tahanan keluarga.
Aku tak lebih dari mahluk-mahluk yang terpenjara oleh kehidupan lingkungan sendiri, tak menemukan nyaman di area itu. Tercukupi tapi tak cukup. Kalimat ini semoga menarikku keluar dari semua prinsip kehidupan yang aku temui.
Bagian ke 2
Senjakala Arah
Tahun ini aku duduk di bangku kuliah, bertemu dengan orang-orang baru juga ada kerabat lama yang sama melanjutkan di kampus yang sama, mendaftar mengikuti semua rangakaian penerimaan mahasiswa baru di kampus tersebut menjadi hal yang wajar, agar dapat di terima di kampus ini.
Yah begitu lah aturan kembali menjadi latar dari setiap kehidupan yang aku temui,
Komentar
Posting Komentar